Cegah Kenakalan Dengan Teater
Ketika terik matahari beralih jadi teduh,
kaki terus dilangkahkan ke pusat kesenian daerah Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Senin sore itu, 19 Mei 2013, saya berencana bertemu sosok inspiratif penekun kesenian di
Indonesia. Dia juga pengajar di salah satu Perguruan tinggi
kesenian di Jakarta. Jose Rizal Manua, seorang
sutradara, pengajar, suami, ayah dan kakek bagi keluarga serta murid-muridnya.
Lahir di Padang, 14 September 1954, Jose mengawali
karier kesenian pada 1975 dengan melatih
anak-anak berteater. Kemudian, ia mendirikan kelompok sendiri 14 September 1988,
dengan nama “Teater Tanah Air”.
Di sela rutinitas sebagai pengajar, ia
menjelaskan alasan teater tersebut dibentuk. Dia bilang, dulu belum banyak sanggar
terutama bagi anak-anak. Sebelum Tanah Air dibentuk, Jose mendirikan
teater bersama dengan nama “Adinda”
tahun 1975. Pada festival pertunjukkan yang pementasannya diisi anak-anak
di Jakarta tahun 1971, 1979, 1980, dan 1981, keluar sebagai juara bertahan. Sebab
itu, dilarang ikut lagi dan Adinda bubar karena ada persoalan.
Kemudian, Jose merintis Tanah Air yang
pernah jadi juara festival di Jepang tahun 2004, juara dunia di Jerman 2006, serta
Russia pada 2008. Dari situ, kelompok ini kebanjiran order pementasan di luar
negeri mulai markas UNICEF di Swiss, Malaysia, Singapore, dan Maroko. Melihat prestasi itu, Gubernur DKI Jakarta serta
Presiden pernah menyematkan penghargaan pada ia serta teaternya.
Bukan soal bakat
Teater menurut Jose sendiri, bukan cuma
soal penyaluran bakat seni peran. Lebih dari itu terutama bagi anak-anak,
justru jadi sarana aktualisasi diri, membangun kepercayaan termasuk
mengekspresikan hal yang berasal dari pikiran serta batin.
Bagi anak-anak, teater juga melatih
kewajiban bersosialisasi, bekerjasama, mendengar dan mengungkapkan tiap gagasan.
"Nah, jadi teater ini sebetulnya
sangat bermanfaat untuk menimbulkan kepercayaan diri dalam diri anak-anak,
kemudian membuat anak-anak mampu mengemukakan fikirannya, menghafal dengan
cepat, dan lain-lain.” jelasnya sambil membelai kucing liar yang duduk di
pangkuannya.
Belakangan, fenomena bullying, ujaran
kebencian, tawuran dan kenakalan lainnya marak. Menurut Jose, Teater justru jadi
alternatif solusi. Sebab, anak-anak dan remaja diredam emosinya lewat
aktivitas ini. Soalnya, perilaku itu terjadi karena tidak
adanya rasa saling menghormati dan menghargai, serta kemampuan bekerjasama. Dan
teater, bisa menjadi jembatan peredamnya. Sedangkan membaca karya-karya satra,
mampu membentuk kepercayaan diri.
Anak-anak senang belajar, namun tak suka digurui
Makanya kekayaan dalam tiap individunya perlu dieksplorasi tanpa ada penyeragaman
Di akhir perbincangan, ia juga
berpesan bagaimana teknik mengajarkan anak-anak. Menurutnya anak-anak senang belajar akan tetapi tidak
suka bila digurui. Sebagai pengajar, ketika mengajar tidak boleh menggurui
anak-anak. Biarlah bagaimana kepercayaan diri anak-anak itu tumbuh di dirinya
masing-masing. Jadi, ada kekayaan yang tersimpan didalam diri anak-anak itu
sendiri. Ia juga menekankan dalam teknik pengajaran yang selalu lakukan, ia
berupaya mengeluarkan dan mengungkap kekayaan yang tersimpan dalam diri setiap
anak tanpa intervensi. Sehingga anak –anak ini tumbuh dengan kepribadiannya
sendiri, dan menurutnya hal itu menarik juga indah.
Berbekal prinsip merenung seperti gunung,
bergerak seperti ombak, Jose bilang pementasan terbaik baginya adalah apa yang
akan dibuat. Makanya ia terus bersemangat menggali hal baru.
Komentar
Posting Komentar